Sekarang ini banyak sekali kasus kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan, ngeri rasanya ketika membaca berita dengan judul yang mengarah pada tindak kejahatan seksual. Apalagi jika kemudian kekerasan seksual itu terjadi pada anak-anak. Sebagai seorang ibu dengan anak-anak perempuan tentulah ketika membaca headline dengan judul berita peristiwa tindak kekerasan seksual pada anak, langsung bergidik dan teringat anak-anak. Ah aku jujur tak sanggup jika harus membaca apalagi mendengar langsung kisah dari korban pelaku kejahatan seksual. Pasti tidak henti-hentinya mata ini basah. Sudah tentu ada banyak trauma, luka, air mata dan masa depan yang hancur, belum lagi sanksi sosial yang didapat bagi korban kekerasan seksual itu sendiri.
Malam tadi (11/01/21) aku kembali mendapatkan ilmu tentang "Peran Keluarga Sebagai Support Sistem Penyintas Kekerasan seksual" dalam sesi sharing time melalui virtual meeting via aplikasi Zoom. Nara sumber yang mengangkat tema ini adalah seorang ibu muda bernama lengkap Muyassarotul Hafidzoh, sang penulis novel best seller yang berjudul "Hilda". Novel Hilda sendiri mengangkat tema tentang kekerasan seksual yang terjadi pada seseorang yang bernama Hilda, anak perempuan masih duduk dibangku sekolah. Hilda adalah cerita tentang korban tindak kekerasan seksual, mengenai apa yang dialaminya hingga apa yang terjadi setelah Hilda menjadi korban kekerasan seksual, bukannya mendapat dukungan malah Hilda dikeluarkan dari sekolahnya. Ironis !
Ah Mba Muyas, begitu panggilan akrab nara sumber malam hari ini, pembahasan sesi sharing time malam tadi benar-benar membuka mata hati ini akan pentingnya " peran keluarga sebagai support sistem penyintas kekerasan seksual". Sepertinya waktu 2 jam dalam webinar malam hari ini tidak lah cukup jika harus dituliskan dalam blog artikel ini.
Banyak sekali insight yang didapat dari sesi sharing malam hari ini, betul bahwa peristiwa korban kekerasan seksual justru yang mendapat 'hukuman' lebih berat justru adalah perempuan, si korban. Mengapa bukannya si pelaku yang harusnya mendapat hukuman paling berat sebagai titik awal permasalahan? Mengapa justru si korban yang sudah harus menanggung akibat perbuatan bejat pelaku harus ditambah lagi dengan adanya sanksi sosial dari masyarakat? Mengapa kita belum juga dewasa untuk bisa merangkul korban bukan malah menjauhi? Mengapa kita bahkan tak jarang malah menjadikan korban sebagai bahan gunjingan dan bullying?
Yes, karena adanya bentuk ketidakadilan yang terjadi pada perempuan. Bahkan pelaku ketidakadilan terhadap perempuan pun tak jarang juga di dukung oleh sesama perempuan. Kok bisa? Ya secara sadar atau pun tidak sadar kita pun pernah melakukan ketidakadilan gender terhadap sesama perempuan. Coba kita simak ilustrasi cerita dibawah ini
Sumber : Ditulis kembali dari slide narsum |
Memang begitulah faktanya, terkadang kita tanpa menyadari telah melakukan bentuk ketidakadilan terhadap perempuan. Bentuk ketidakadilan yang baru saja terjadi adalah bahwa kami bahkan mungkin teman-teman blogger semua yang mayoritas perempuan mengganggap bahwa posisi direktur utama sebuah perusahaan besar sekelas PT Pertamina (Persero) tidak mungkin dijabat oleh seorang perempuan. Padahal faktanya, banyak posisi strategis di berbagai perusahaan bahkan di pemerintahan telah di pegang oleh seorang perempuan, bahkan posisi presiden di Indonesia pernah diisi oleh sosok perempuan, ibu Megawati Soekarno Putri.
Bentuk Ketidakadilan Bagi Perempuan Jika Menjadi Korban Kekerasan Seksual
Beberapa bentuk ketidakadilan yang terjadi yang dialami perempuan jika perempuan menjadi korban Kekerasan seksual diantaranya :
#1 Marginalisasi
#2 Subordinasi
#3 Kekerasan (violence)
#4 Stereotype dari pelabelan negatif
#5 Beban ganda yang dipaksakan (double burden)
Bentuk-bentuk ketidakadilan di atas terhadap perempuan sering kali kita lihat di masyarakat dan masih terus terjadi hingga saat ini.
Apa yang harus kita lakukan terhadap korban kekerasan seksual dimasyarakat?
Banyaknya korban kekerasan seksual yang terjadi dimasyarakat tak jarang membuat si korban merasa malu untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib, mengapa? Karena anggapan bahwa kekerasan seksual masih dianggap sebagai aib yang diumbar ke khalayak ramai, belum lagi trauma yang dialami korban ditambah lagi dengan sanksi sosial berupa bahan gunjingan hingga bullying bahkan tak jarang ada yang dikucilkan dari pergaulan di masyarakat. Maka, tak heran banyak perempuan yang lebih memilih diam dan menyimpan sendiri luka bathin yang di alaminya.
✍️ Melindungi korban supaya tidak lagi mengalami ketidakadilan
✍️ Mendukung korban untuk terus bangkit kembali dari keterpurukan
✍️ Melakukan proses hukum dengan meminta bantuan dari lembaga bantuan hukum (LBH) terdekat.
✍️ Mengobati korban baik luka fisik maupun psikis
Hindari tindakan pembulian dan lakukan pendampingan selama korban menjalani masa-masa pemulihan pasca trauma. Maka nama korban kekerasan seksual sebaiknya tidak di publikasikan demi menjaga privasi dan kesehatan psikis korban.
✍️Dampingi korban hingga kembali puluh pasca trauma yang di alami.
Bisa dengan mengisinya dengan berbagai aktivitas positif yang membuat korban lebih menyayangi dirinya. Karena kondisi psikis korban kekerasan seksual ini biasanya sangat rentan untuk melakukan tindakan negatif seperti melukai diri sendiri.
Apa yang bisa kita lakukan untuk menguatkan korban kekerasan seksual ini?
Bahwa sesuatu yang sudah terjadi pada diri kita, apapun itu baik itu tindakan positif atau negatif, semua terjadi atas kehendak dan ketetapan Allah SWT, qadarullah yang tidak bisa kita elakkan. Semuanya kita pasrahkan pada takdir Sang Pemilik kehidupan, betapa pun kuatnya kita menghindari, betapa rapat dan tertutupnya pakaian kita, betapa ketatnya kita menjaga diri jika Allah SWT sudah berkehendak, maka belari kemana pun kita tidak bisa menghindarinya. Bukannya pasrah, tapi lebih baik menerima keadaan sebagai jalan hidup dan ujian. Meski demikian, kejadian kekerasan seksual harus segera dihentikan, kita lanjutkan dengan proses hukum yang ada dan berharap pelaku mendapat hukuman yang berat. Meski hukuman mati tidak bisa membalas sakitnya trauma yang dialami, namun dengan mencintai diri sendiri dan mengajak orang lain menyuarakan perlawanan terhadap segala bentuk kekerasan seksual mudah-mudahan mampu mengurangi trauma yang ada.
Semoga kita, keluarga dan teman-teman semua mampu lebih bijak dalam menyikapi segala bentuk kekerasan terhadap perempuan terlebih kekerasan seksual. Amin ya Rabbal 'alamin.
Salam,
Mom QueenMQ
#indonesiancontentcreator
#odopiccday12 #mamincasharing #maminca_KekerasanPadaPerempuan #maminca_resolusi #KekerasanSeksualPadaPerempuan #30HariBercerita
Aku jadi belajar mba buat gak gampang ngejudge tanpa tau detailnya kaya apa. Kadang tuh di sosmed bikin kita ikut-ikutan ngebully tanpa tahu kasus sebenarnya :")
ReplyDeleteYa bener, kadang si korban malah yang dapat banyak sanksi sosial, padahal trauma psikis belum hilang ditambah sanksi sosial membuat trauma Makin bertambah-tambah.
Delete
ReplyDeleteAdakalanya, korban tidak berani melapor pd yg berwajib (ujung2nya keluarga korban dipermalukan) krn pelaku bisa membayar atau berdalih tdk melakukan walaupun bukti sudah jelas (berdasarkan kisah seorang teman).
Semoga kita semua selalu dlm lindungan Allah, dijauhkan dr org2 dzolim. Aamiin....
Nah ini yang banyak terjadi, beruntung dengan maraknya sosmed sekarang kasus kecil pun yang dulu dianggap bisa di 'beli' sekarang bisa dikasuskan jika sudah viral. Si korban pun bisa disamarkan identitasnya, nah pihak pendamping terutama keluarga yang harus speak up dan terus mencari bantuan hukum. Pun demikian kita tidak berharap ini terjadi pada orang-orang yang kita kenal.
DeleteSedih mba. Sampe sekarang perempuan yang jadi korban kekerasan seksual jadi pihak yang paling dirugika. Padahal, siapa sih yang mau jadi korban? Padahal kadang korban juga memakai pakaian tertutup dan ga ada tu tanda-tanda genit atau gimana. Tapi, tetap aja perempuan selalu jadi pihak yang disalahkan. Dan pelaku, anteng-anteng aja. Makanya banyak korban yang tidak ingin melaporkan kasusnya, karena saat melapor hidupnya makin jadi berat dan sulit.
ReplyDeleteSedih kan membayangkan menghadapi hal yang menakutkan itu seorang diri..
Iya ini PR yang berat bagi kita semua sebenarnya, bagaimana kita bisa merangkul korban, untuk speak up namun disisi lain sanksi sosial dan bullying mungkin akan terus menghantui. Itulah yang harus dibenahi dimasyarakat kita, sulit memang, namun tidak ada yang tidak mungkin.terkadang yang menghakimi korban justru dari perempuan juga, miris. Perempuan jangan jadi korban kekerasan seksual sekaligus korban keganasan cibiran perempuan lainnya. Tetap harus speak up, dan 'bergerak'. perempuan lain disekitar menjadi support system yang menjadi tameng korban dari sanksi sosial dan bullying.
Delete